20 Mei 2025 - 21:46
Apa yang Terjadi di Suriah? Saat Julani Menjual Suriah Gratis kepada Israel

Yang benar-benar mengkhawatirkan bukan hanya hilangnya wacana perlawanan, tetapi juga perubahan ini membawa akibat jangka panjang yang mengerikan, seperti lemahnya memori nasional, yang menjadikan Suriah sebagai entitas yang tergantung dan tanpa kesadaran.

Kantor Berita Internasional Ahlulbait -ABNA- Setelah tumbangnya pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah, Abu Muhammad al-Julani, pemimpin kelompok ekstremis Hai'at Tahrir al-Sham (HTS), mengambil alih kekuasaan. Sejak awal, Julani menindas kelompok minoritas, khususnya Syiah, dengan tuduhan sebagai sisa-sisa rezim lama. Ribuan warga Suriah dibantai di pesisir negara itu. Di saat yang sama, Israel dengan leluasa memasuki wilayah Suriah dan kini bahkan sudah mendekati Damaskus. Julani tidak hanya tidak menentang agresi tersebut, tapi juga menyatakan tidak berniat melawan Israel.

Ahmad Ali Ibrahim, analis politik Suriah, menulis bahwa Julani sedang menjual Suriah secara gratis kepada Israel melalui normalisasi keamanan—bukan politik. Ini terjadi dalam konteks transformasi diam-diam di Timur Tengah, di mana Suriah, yang dulunya simbol perlawanan terhadap pendudukan Zionis, kini berubah menjadi alat untuk menghapus sisa-sisa makna kedaulatan dan resistensi, di bawah kekuasaan seorang mantan komandan al-Qaeda.

Julani, yang dulu berikrar setia kepada Ayman al-Zawahiri dan menyerukan pembebasan Yerusalem, kini berubah haluan dan menjalin hubungan diam-diam dengan Israel melalui Turki dan Barat. Ia disebut sebagai "penjamin keamanan tidak langsung Israel", karena sejak ia berkuasa, tidak ada lagi operasi militer melawan pendudukan Israel di selatan Suriah, tidak ada lagi seruan "kematian bagi Israel", dan tidak ada pembahasan soal Palestina di media HTS.

Bahkan, aktivis dan jurnalis yang mengkritik Israel atau membela Palestina telah ditangkap dan disiksa oleh aparat Julani. Ini menyebabkan memudarnya memori nasional Suriah, hilangnya kesadaran akan isu pendudukan, dan munculnya generasi yang tidak melihat Israel sebagai ancaman.

Penulis menyebut bahwa apa yang dilakukan Julani bukanlah "realitas politik" atau "pragmatisme", melainkan pengkhianatan nasional sistematis. Julani tidak menandatangani perjanjian damai, tidak mendapat konsesi dari Israel, tetapi Israel tetap menikmati hasilnya—tanpa biaya apa pun.

Your Comment

You are replying to: .
captcha